Desi Fitrie | Informasi-informasi Terupdate

Baca, Saksikan, Rasakan, Simpulkan...

Sabtu, 13 Februari 2016

14 Februari? Ini Yang Seharusnya Diperingati

(Shodancho Supriyadi dan Bendera PETA)

Selamat 14 Februari sob!

Apabila kita bertanya kepada banyak orang tentang apa yang mereka ingat jika menyebut tanggal 14 Februari, tentulah mayoritas dari mereka akan berkata 'Hari Valentine', apalagi kalau yang ditanya adalah anak-anak muda galau zaman sekarang.

Padahal, tanggal 14 Februari dicatat dalam sejarah nasional Indonesia sebagai peringatan peristiwa Pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) di Kota Blitar pada tahun 1945 -hanya setengah tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia- yang dipimpin oleh Shodancho Supriyadi.

Perlu diingat, Tentara PETA (Pembela Tanah air) telah berperan besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
PETA (singkatan dari "Pembela Tanah Air") adalah bentukan junta militer pendudukan Kekaisaran Jepang di Indonesia yang didirikan pada bulan Oktober 1943. Jepang merekrut para pemuda Indonesia untuk dijadikan sebagai tentara teritorial guna mempertahankan Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera jika pasukan Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Australia, Belanda, dkk.) tiba. Tentara-tentara PETA mendapatkan pelatihan militer dari tentara Kekaisaran Jepang, tetapi berbeda dengan tentara-tentara HEIHO yang ikut bertempur bersama tentara-tentara Jepang di berbagai medan tempur Asia seperti Myanmar, Thailand, dan Filipina. Tentara PETA belum pernah mengalami pengalaman tempur.

Shodancho Supriyadi, Shodancho Muradi, dan rekan-rekannya adalah lulusan angkatan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka lantas dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Daidan (Batalyon) Blitar.

Nurani para komandan muda itu tersentuh dan tersentak melihat penderitaan rakyat Indonesia yang diperlakukan bagaikan budak oleh tentara Jepang. Kondisi Romusha, yakni orang-orang yang dikerahkan untuk bekerja paksa membangun benteng-benteng di pantai sangat menyedihkan. Banyak yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam penyakit tanpa diobati sama sekali. Para prajurit PETA juga geram melihat kelakuan tentara-tentara Jepang yang suka melecehkan harkat dan martabat wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini pada awalnya dijanjikan akan mendapatkan pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas nafsu seksual para tentara Jepang. Selain itu, ada aturan yang mewajibkan tentara PETA memberi hormat kepada serdadu Jepang, walaupun pangkat prajurit Jepang itu lebih rendah daripada anggota PETA. Harga diri para perwira PETA pun terusik dan terhina.

Akhirnya, pada tanggal 14 Februari 1945, pasukan PETA di Blitar di bawah pimpinan Shodancho Supriadi melakukan sebuah pemberontakan.

Pasca kemerdekaan, Supriadi ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah.

Sumber: indrasr




Source http://ift.tt/1QeX8Mu

Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua.

Artikel Terkait

  • Tekad Mulia Sang Brigadir Polda Riau Bripka Suheri Sitorus (37 th), merupakan seorang personil Babinkamtibmas Polsek Bonai Darussalam Polres Rokan Hulu Polda Riau. Tekad mulianya mengajar baca tulis huruf latin dan metode Iqra’ suku Sakai mengantarnya menjadi …
  • Sudah Sangat Berbahaya, Menag Himbau Masyarakat Bentuk Satgas Anti-LGBT Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan agar masyarakat dapat membentuk satuan tugas (satgas) anti-LGBT. Menurutnya, akan lebih efektif jika satgas ini dibentuk oleh masyarakat sendiri. “Munculnya LGBT ini memang t…
  • Turki, Negara Dermawan (1) Pembenci Erdogan. Silahkan beberkan bukti, sumbangsih apa yang telah diberikan. Satu saja: terhadap pengungsi Syiria. (2) Ada 4.5 juta pengungsi dari total 11.5 juta penduduk Syiria. 2.6 jutanya dimuliakan Turki yang m…
  • LGBT: Mengapa Didanai PBB? LGBT: Mengapa Didanai PBB? Belakangan ini marak pemberitaan dan perdebatan mengenai LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual & Transgender). Kenapa tiba-tiba soal LGBT ini jadi topik hangat? Gara-gara emoji di Line, Viber, dll? B…
  • LGBT: Belajar Dari Yahudi | Meski Hanya 3%, Yahudi AS Berhasil Legalisasi LGBT LGBT: Belajar Dari Yahudi Penulis: Dr Adian Husaini Ketua Program Doktor Pendidikan Islam —Universitas Ibn Khaldun Bogor Selasa (17/2), Fahira Idris, anggota DPD-RI dari Jakarta, pada acara Indonesian Lawyers Club (ILC), …

Pages

Back To Top