INILAH.COM, Jakarta - Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Partai NasDem Rachmawati Soekarnoputri mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil mantan presiden Megawati Soekarnoputri terkait penyelidikan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) untuk beberapa obligator bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
SKL itu dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri.
"Gak apa-apa, jangan tebang pilih. (BLBI) Itu kalau di proses bagus," kata Rachmawati di kediamannya di Jl Jati Padang, Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Bahkan adik kandung Megawati itu meyakini bila kasus tersebut diusut tuntas KPK, bisa dipastikan bakal membongkar pihak-pihak yang ikut terlibat. Sebab, kasus tersebut telah membuat negara merugi hingga ratusan triliun. "Silahkan proses yang betul, proses dong, rakyat akan salut dengan KPK," kata Rachmawati.
Sebalumnya, Ketua KPK Abraham Samad menegaskan pihaknya tidak keragu-raguan untuk memanggil Megawati terkait penyelidikan penerbitan SKL untuk beberapa obligator BLBI.
"Kami bakal panggil, enggak masalah itu. Kalau memang harus panggil Megawati itu, karena KPK tidak ada hambatan yang gitu-gitu," tandas Samad.
Terkait penyelidikan SKL, KPK telah memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli, serta mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie.
Seusai diperiksa beberapa waktu lalu, Laksamana mengaku diajukan sejumlah pertanyaan tim penyelidik KPK, termasuk soal rapat kabinet era Megawati yang membahas SKL BLBI.
Laksamana dimintai keterangan terkait penyelidikan proses pemberian SKL kepada sejumlah obligor BLBI. KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL kepada sejumlah obligor tersebut.
SKL tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.
Hal ini dikenal dengan inpres tentang release and discharge. Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah.
Menurut Laksamana, penerbitan SKL tersebut merupakan amanat Majelis Pemusyawaratan Rakyat. Melalui ketetapannya, MPR memerintahkan presiden untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengutang BLBI. "Waktu itu zaman Bu Mega, presiden masih mandataris MPR. Jadi, ada TAP MPR yang kalau beliau melanggar, beliau bisa dimakzulkan," ujar Laksamana.
SKL ini pun dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden No 8 Tahun 2002. Laksamana melanjutkan, SKL tersebut merupakan produk konstitusi yang harus dilaksanakan. Namun, menurut dia, jika di kemudian hari ditemukan masalah, pemberian SKL ini dapat ditinjau lagi. Selain ditanya soal rapat kabinet, Laksamana mengaku diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK seputar beberapa obligor BLBI.
Rachmawati Apresiasi KPK |
"Gak apa-apa, jangan tebang pilih. (BLBI) Itu kalau di proses bagus," kata Rachmawati di kediamannya di Jl Jati Padang, Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Bahkan adik kandung Megawati itu meyakini bila kasus tersebut diusut tuntas KPK, bisa dipastikan bakal membongkar pihak-pihak yang ikut terlibat. Sebab, kasus tersebut telah membuat negara merugi hingga ratusan triliun. "Silahkan proses yang betul, proses dong, rakyat akan salut dengan KPK," kata Rachmawati.
Sebalumnya, Ketua KPK Abraham Samad menegaskan pihaknya tidak keragu-raguan untuk memanggil Megawati terkait penyelidikan penerbitan SKL untuk beberapa obligator BLBI.
"Kami bakal panggil, enggak masalah itu. Kalau memang harus panggil Megawati itu, karena KPK tidak ada hambatan yang gitu-gitu," tandas Samad.
Terkait penyelidikan SKL, KPK telah memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli, serta mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie.
Seusai diperiksa beberapa waktu lalu, Laksamana mengaku diajukan sejumlah pertanyaan tim penyelidik KPK, termasuk soal rapat kabinet era Megawati yang membahas SKL BLBI.
Laksamana dimintai keterangan terkait penyelidikan proses pemberian SKL kepada sejumlah obligor BLBI. KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL kepada sejumlah obligor tersebut.
SKL tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.
Hal ini dikenal dengan inpres tentang release and discharge. Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah.
Menurut Laksamana, penerbitan SKL tersebut merupakan amanat Majelis Pemusyawaratan Rakyat. Melalui ketetapannya, MPR memerintahkan presiden untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengutang BLBI. "Waktu itu zaman Bu Mega, presiden masih mandataris MPR. Jadi, ada TAP MPR yang kalau beliau melanggar, beliau bisa dimakzulkan," ujar Laksamana.
SKL ini pun dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden No 8 Tahun 2002. Laksamana melanjutkan, SKL tersebut merupakan produk konstitusi yang harus dilaksanakan. Namun, menurut dia, jika di kemudian hari ditemukan masalah, pemberian SKL ini dapat ditinjau lagi. Selain ditanya soal rapat kabinet, Laksamana mengaku diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK seputar beberapa obligor BLBI.
Sumber: Inilah.com