Badan Narkotika Nasional (BNN) mewacanakan pengasingan di pulau terpencil untuk membuat jera pelaku kejahatan narkotika. Di sekeliling tempat itu ditaruh binatang buas, seperti buaya dan ikan piranha.
Wacana itu diucapkan Kepala BNN, Komisaris Jenderal Budi Waseso. Dia merasa geram terhadap pelaku kejahatan narkotika. Sebab, puluhan ribu jiwa meninggal dunia setiap tahun di Indonesia.
Dia berkoordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan hukuman tersebut. Nanti apabila sudah ada hukuman berketetapan hukum tetap (incraht) di pengadilan, maka pelaku kejahatan akan diasingkan di tempat khusus tersebut.
"Sudah (koordinasi,-red) sebelum dimunculkan ide ini," tutur Buwas di acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Korps Brimob Polri di Lapangan Upacara Pusat Multifungsi Cikeas, Bogor, Sabtu (14/11).
Untuk mendapatkan buaya seperti yang diinginkan, mantan Kabareskrim Polri itu mencari sendiri ke beberapa tempat penangkaran di seluruh Indonesia. Dia melihat di Pulau Jawa, Sulawesi, Papua, dan beberapa tempat di Sumatera.
Dia bersama tim ahli meneliti ke beberapa tempat mengamati jenis buaya mana yang bagus untuk diambil. Dia mempunyai kriteria buaya yang agresif. Setelah itu, dilakukan penelitian apakah hewan yang terbiasa hidup di muara itu tepat untuk diberikan tugas 'mengawasi' pelaku kejahatan.
Selain mencari hewan reptil itu, dia berburu ikan piranha. Piranha merupakan ikan buas yang hidup di Hutan Amazone, Brazil. Tim juga melakukan penelitian apakah ikan Piranha bisa hidup berdampingan dengan buaya.
"Saya dengan tim sedang meneliti. Buaya ada beberapa jenis, termasuk buaya darat. Dari jenis yang ada di Indonesia jenis mana paling agresif. Nanti didampingi ikan piranha. Apakah ikan piranha bisa cocok dengan buaya," kata dia.
Dia berharap penerapan hukuman itu dapat diterapkan dalam waktu dekat. Sebab, peredaran narkotika sudah tak bisa dibiarkan. Dia menilai kejahatan narkotika merupakan pembunuhan berencana dan massal. Pelaku merupakan pelanggar HAM terberat.
Untuk percobaan, dia mengaku, akan melakukan uji coba di Gunung Sindur, Jawa Barat. Setelah itu, ditentukan tempat-tempat yang dinilai layak. Seperti rencana awal, mantan Kapolda Gorontalo itu menempatkan pelaku kejahatan di pulau terluar Indonesia.
Terdapat dua ekor buaya yang telah dipilihnya untuk menjalankan tugas tersebut. Namun, dia enggan mengungkapkan identitas hewan itu kepada publik karena takut terganggu hingga akhirnya stress.
Saat ditanya apakah pemberian hukuman itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Dia menjawab "Ya tidak dong melanggar HAM. Siapa yang melakukan buaya kok? buaya yang melanggar," tambahnya.
Sumber
Wacana itu diucapkan Kepala BNN, Komisaris Jenderal Budi Waseso. Dia merasa geram terhadap pelaku kejahatan narkotika. Sebab, puluhan ribu jiwa meninggal dunia setiap tahun di Indonesia.
Budi Waseso Wacanakan Piranha dan Buaya disekitar Penjara Bandar Narkoba |
"Sudah (koordinasi,-red) sebelum dimunculkan ide ini," tutur Buwas di acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Korps Brimob Polri di Lapangan Upacara Pusat Multifungsi Cikeas, Bogor, Sabtu (14/11).
Untuk mendapatkan buaya seperti yang diinginkan, mantan Kabareskrim Polri itu mencari sendiri ke beberapa tempat penangkaran di seluruh Indonesia. Dia melihat di Pulau Jawa, Sulawesi, Papua, dan beberapa tempat di Sumatera.
Dia bersama tim ahli meneliti ke beberapa tempat mengamati jenis buaya mana yang bagus untuk diambil. Dia mempunyai kriteria buaya yang agresif. Setelah itu, dilakukan penelitian apakah hewan yang terbiasa hidup di muara itu tepat untuk diberikan tugas 'mengawasi' pelaku kejahatan.
Selain mencari hewan reptil itu, dia berburu ikan piranha. Piranha merupakan ikan buas yang hidup di Hutan Amazone, Brazil. Tim juga melakukan penelitian apakah ikan Piranha bisa hidup berdampingan dengan buaya.
"Saya dengan tim sedang meneliti. Buaya ada beberapa jenis, termasuk buaya darat. Dari jenis yang ada di Indonesia jenis mana paling agresif. Nanti didampingi ikan piranha. Apakah ikan piranha bisa cocok dengan buaya," kata dia.
Dia berharap penerapan hukuman itu dapat diterapkan dalam waktu dekat. Sebab, peredaran narkotika sudah tak bisa dibiarkan. Dia menilai kejahatan narkotika merupakan pembunuhan berencana dan massal. Pelaku merupakan pelanggar HAM terberat.
Untuk percobaan, dia mengaku, akan melakukan uji coba di Gunung Sindur, Jawa Barat. Setelah itu, ditentukan tempat-tempat yang dinilai layak. Seperti rencana awal, mantan Kapolda Gorontalo itu menempatkan pelaku kejahatan di pulau terluar Indonesia.
Terdapat dua ekor buaya yang telah dipilihnya untuk menjalankan tugas tersebut. Namun, dia enggan mengungkapkan identitas hewan itu kepada publik karena takut terganggu hingga akhirnya stress.
Saat ditanya apakah pemberian hukuman itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Dia menjawab "Ya tidak dong melanggar HAM. Siapa yang melakukan buaya kok? buaya yang melanggar," tambahnya.
Sumber